Acronis True Image Home 2012 15.0.0 Final


Acronis True Image Home 2012 15.0.0 Final + Serial + Reg File | 240 MB

Your digital world is at risk. Protect It! Acronis® True Image™ Home 2012

In a split second, you could lose all your photos, videos, emails, programs, critical files and shortcuts. But thanks to Acronis® True Image™ Home 2012, every bit of data can be recovered and your entire system can be restored to its original shape, quickly and easily.

Acronis True Image is complete PC backup and restore software for home and home office users that can protect family pictures, videos, music, and important documents stored on your home PC.

Acronis True Image provides you two backup options in one solution:

The original disk imaging backup option which enables you to create an image of your entire hard disk drive, including the operating system, applications, user settings, and all data. Use the image to restore your PC to a known working state without any reinstallation.

A new file-based backup option which enables you to backup and restore individual files and folders, like your My Documents folder or a specific file, like your latest tax return. A wizard walks you through all of the steps.

Acronis True Image makes restoring your system even faster with the exclusive new Acronis Snap Restore feature. It also provides several additional enhancements.
Exclusive Acronis Snap Restore Lightning-speed restore of your PC from an image. You can start working in seconds while your system is still being restored.

Exclude files - Save space when creating backups by only backing up the types of files you want to keep.

Differential backup - Decrease the number of backups you manage. Differential backups capture the changes made since your last full backup.

Expanded Acronis Drive Snapshot technology - We've expanded the no reboot feature to include backing up specific files and folders. We can even backup system files and open files with no issues. No matter which option you select, you can continue to use your PC during backup.

Windows System Restore management wizard - If you run Acronis True Image regularly this feature in your operating system is redundant. Free up to 10% of your hard disk drive by disabling this default feature in your operating system using Acronis True Image.

Install note :
Use Serial for Install...
Apply the .reg file to disable checking for Auto Updates...
Enjoy the latest Version from Acronis


serial key : AKH7K4E3-XXN4H5BQ-CYP64NAA-WF98JT7T-CLFS3BBM-LKUMEJU4-N78YSFZ8-VZZEYMXW

PETA BANDUNG RAYA DAN SEKITARNYA 2010

Meliputi :
  • Kota Bandung
  • Kota Cimahi
  • Kab. Bandung
  • Kab. Bandung Barat
  • Sebagian Kab. sumedang
  • Dan Sebagian Kab. Garut








PETA MEGAPOLITAN 2013

Anda yang lama tinggal di Jakarta dan suka bepergian mungkin sudah fasih dengan jalur-jalur yang ada di ibukota. Namun, saat ini, seiring dengan pembangunan yang terjadi di Jakarta, Anda kerap kali kebingungan ketika harus melalui jalur-jalur yang tidak sering Anda lalui, apalagi jika Anda baru saja menginjakkan kaki di Jakarta. Peta Megapolitan bisa menjadi referensi yang efektif untuk mengetahui jalan atau lokasi tertentu yang ada di Jakarta.

Peta Megapolitan adalah salah satu referensi bagi setiap orang yang memerlukan panduan dalam menyusuri Jakarta dan wilayah di sekitarnya. Peta yang dibuat oleh Dr. Riadika Mastra ini sudah menjadi acuan banyak orang dan menjadi best seller sejak pertama kali terbit pada 2004. Peta tersebut selalu diperbarui setiap dua tahun sekali. Alhasil, informasi yang ditampilkan cukup detail dan akurat sebagai panduan perjalanan, terutama dalam menemukan lokasi tertentu yang ada di kawasan Jakarta.


Hari ini, 15 Oktober 2012, bertepatan dengan hari pelantikan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, telah terbit Peta Megapolitanedisi 2013. Peta revisi mutakhir ini menyuguhkan detail yang lengkap, yang tidak hanya mencakup wilayah Jakarta, tetapi juga Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Karawang, dan Kota Cianjur). Peta yang dilengkapi dengan indeks dan petunjuk beberapa lokasi penting ini akan memudahkan Anda dalam menemukan alamat. Juga, peta ini dilengkapi dengan CD berisi software pencarian alamat yang semakin memudahkan Anda dalam menemukan lokasi di DKI jakarta secara lebih akurat. Peta Megapolitan bisa Anda dapatkan dengan mudah di seluruh toko buku Gramedia dan trimedia. Buku kumpulan peta atau atlas yang terbilang tebal (930 hlm) dan dilengkapi CD tersebut dijual dengan harga Rp375.000,00. Peta Megapolitan sebuah investasi yang menguntungkan Anda.

Sepintas Lalu

Sepintas lalu Paul Sintli Joyodigimin melihat perempuan itu di pojok cafe Tunjungan Plasa, di satu siang yang panas. Dari jauh Paul Sintli Joyodigimin melihat perempuan itu ketawa manja di pangkuan seorang laki-laki hitam besar. Dia dikelilingi 4 laki-laki bertubuh besar. Para laki-laki itu sebentar-sebentar ketawa sambil mencubit manja perempuan itu. Dari jarak jauh Paul Sintli melihat perempuan itu bagai boneka Barbie yang sedang ditimang-timang 5 laki-laki. Tubuhnya seolah dilemparkan dari satu tangan ke tangan besar lainnya disertai gelak tawa yang keras. Tubuh perempuan itu bagai kapas: dilempar-lemparkan, digoyang-goyang, dicubit-cubit, dan digendong-gendong. Dalam pandangan sepintas lalu itu Paul Sintli Joyodigimin merasa seperti menonton film. Tapi entah film apa. Entah sesuatu yang lain apa, sesuatu yang riang apa, sesuatu entah apa dan di mana.
Tidak dinyana keesokan harinya Paul Sintli Joyodigimin melihat kembali perempuan itu berjalan tergopoh-gopoh di dalam Surabaya Plasa. Di antara kerumunan pengunjung perempuan itu bergerak cepat bagai bayangan ketakutan. Tubuh sintal itu seolah berkelebat-kelebat menyalip setiap orang. Lalu di pojok ruang perempuan itu menyaut gagang telepon umum dan akhirnya dia berkata habis-habisan. Matanya yang besar bulat melotot seperti sedang dicukil ketika berkata-kata di depan gagang telepon. Tidak lama kemudian tampak air matanya muncrat-muncrat. Dalam pandangan sepintas lalu itu Paul Sintli Joyodigimin menyaksikan perempuan itu berbicara terus-menerus sambil menangis lebih dari dua jam. Suaranya menyalak-nyalak, badannya bergoyang-goyang, ludahnya muncrat-muncrat, dan tangannya berkali-kali memukul-mukul perutnya. Paul Sintli Joyodigimin tak bisa mendengar sepotong pun kata-kata perempuan itu, seperti ribuan orang yang ada dalam plasa, sehingga tak bisa dirasakan sedikit pun kata pedih perempuan itu kecuali air matanya yang terus-menerus muncrat. Terbersit sedikit oleh Paul Sintli untuk memberi kata-kata dari drama sepintas lalu perempuan itu dalam buku catatannya, tetapi mendadak dia batalkan: "ah, apa yang bisa diambil dari dunia sepintas lalu, kecuali serpihan kertas kosong jalanan?"
Dua jam perempuan itu terjerembab. Badannya lemas menggelepar di lantai. Badan sensual dan berambut panjang itu beberapa menit tersungkur di atas lantai tak bergerak sedikit pun. Bagai mayat. Setengah jam kemudian dia bangun kembali dan langsung disautnya gagang telepon. Dia bicara lagi, keras-keras, lalu kepalanya geleng-geleng, dan akhirnya nangis terguguk-guguk. Dibantingnya gagang telepon. Sebentar kemudian direnggutnya gagang telepon kembali: bicara lagi. Keras-keras. Kakinya mencak-mencak. Dengan agak kasar dia ambil botol kecil air aqua dari dalam tas kecilnya dan kemudian diminum cepat-cepat sambil mulutnya terus bicara di depan gagang telepon
Setelah kesal bicara melalui telepon perempuan itu naik ke lantai 3. Dia masuk ke cafe. Di dalam cafe ternyata telah berkumpul 5 laki-laki bertubuh besar. Perempuan itu segera dipeluk-peluk oleh 5 laki-laki itu. Suara ketawa meledak di antara 5 laki-laki dan perempuan itu. Dari jauh, secara sepintas lalu, Paul Sintli Joyodigimin seolah-olah melihat perempuan itu bagai boneka Barbie dilempar-lempar dari satu tangan besar ke tangan besar lainnya. Dari satu pelukan ke pelukan lainnya. Sambil badan sensual perempuan itu dipijit-pijit. Tiba-tiba Paul Sintli Joyodigimin mengambil buku catatannya dan menulis pendek: "Apakah ini goa angs?" Tiba-tiba Paul Sintli Joyodigimin menyangkal sendiri. Menyangkal berkali-kali, berkali-kali. Tapi catatan pendeknya tak dihapus pula.
Seminggu kemudian Paul Sintli Joyodigimin secara tak sengaja melihat sepintas lalu perempuan itu bersama pejabat Pemerintah Kota Surabaya membuka acara amal untuk yatim piatu di Balai Kota Surabaya. Dia berbicara sangat serius dengan para pejabat Pemerintah Kota. Mereka saling hormat. Mereka saling bungkuk-membungkuk. Dari jauh Paul Sintli Joyodigimin sepintas lalu melihat perempuan itu memimpin acara dan lalu menyanyi dan menari dengan lemah lembut bersama-sama anak yatim piatu. Sebentar kemudian diikuti oleh para pejabat Pemerintah Kota menari-nari. Para wartawan memotret dari tiap sudut ketiak perempuan itu. Mereka ikut-ikutan menari dan menyanyi. Di antara pejabat Pemerintah Kota Surabaya ada ulama, pendeta, dan para pengusaha. Mereka saling doa, saling pidato, saling prihatin, saling bantu uang, saling menghibur para yatim piatu. Bahkan ada yang sampai saling menangis. Akhir acara amal itu adalah makan bersama antara pejabat Pemerintah Kota, ulama, pendeta, pengusaha, perempuan itu, dan anak yatim piatu.
Selesai menyaksikan acara amal yatim piatu di Balai Kota Surabaya Paul Sintli Joyodigimin segera membuka buku catatannya. Dia menulis agak panjang sedikit. Dia mulai dari kalimat "Dari goa angs...mengangkat batu ke atas bukit dan selanjutnya terhempas di ketiak waktu sepintas lalu". Kemudian dengan telaten Paul Sintli Joyodigimin memasukkan beberapa lembar kertas catatannya ke dalam surat. Dia kirim catatannya itu ke beberapa redaksi koran dan majalah. Keesokan harinya beberapa koran dan majalah memuat berita tentang catatan Paul Sintli Joyodigimin. Catatan tentang manusia tergopoh-gopoh. Bergerak-gerak, bergoyang-goyang, berkelebat-kelebat, dan tergopoh-gopoh. Manusia yang dipilin-pilin waktu sepintas lalu. Manusia entah dengan catatan entah apa. Tapi semua merasakan, ada di antara kita semua.
Paul Sintli Joyodigimin sendiri merasakan jarak yang jauh antara yang dirasakan dan ditulisnya dalam catatan hariannya dengan yang ditulis koran. Rasanya wajahnya dipilin-pilin oleh media massa. Bahkan dibongkar-bongkar lalu disusun kembali dari tata rak komputer media massa. Apalagi wajah perempuan itu dipilin jadi Barbie. Tapi semua itu dibiarkan oleh Paul Sintli Joyodigimin. Yang penting dia bisa leluasa menangkap dunia perempuan sepintas lalu yang pernah lalu dalam dirinya.
Tiba tiba tumbuh gairah untuk membungkus kelebatan perempuan yang sepintas lalu itu dalam pengalamananya. Dia coba susun dalam pengalamannya masa kecil, remaja, merantau, dan kesendiriannya. Dicari benang merah. Dicari akar mulai sebagai sosok sementara. Sayangnya sosok perempuan itu tiba-tiba tak pernah nampak kembali. Perempuan itu tak muncul lagi dari pandangan Paul Sintli Joyodigimin.
Selama berhari-hari Paul Sintli Joyodigimin mencari perempuan itu di mal-mal Surabaya. Mulai pagi sampai malam hari. Dari cafe ke bioskop dia cari cari. Bahkan dari toilet ke toilet mal dia masuki. Saking kesalnya, kadang-kadang dia membayangkan setiap perempuan di dalam mal adalah perempuan itu. Kemudian dia lihat dari jauh, seperti orang sedang memantau kampanye pemilu.
Tapi gagal. Perempuan sepintas lalu itu berbeda dengan semua perempuan yang ada di mal-mal. Perempuan sepintas lalu adalah perempuan sepintas lalu. Selalu dalam dunia sepintas lalu. Tidak ada perempuan mal yang berada dalam kelebatan dunia sepintas lalu, kecuali perempuan sepintas lalu itu.
Paul Sintli Joyodigimin mulai kesal. Frustrasi. Perempuan sepintas lalu itu tak secuil pun berbekas dalam mimpi-mimpinya. Mimpi Paul mulai berisi goa-goa yang kosong. Gurun-gurun kering. Dan kelengangan yang dingin. Baru kali ini Paul merasakan dirinya seperti terbang tatkala mengulum sebongkah bayangan hilang perempuan sepintas lalu. "Bagaimana catatan ini akan kuselesaikan, kalau dia berakhir dalam sepintas lalu?" keluh Paul sambil mengucak-ucak matanya di atas tempat tidur.
Akhirnya Paul Sintli Joyodigimin memutuskan untuk mengontak para pejabat kota yang pernah bikin acara yatim piatu beberapa hari lalu. Semua pejabat kota yang dihubungi merasa tidak pernah kenal perempuan sepintas lalu. Semua pejabat kota Surabaya seperti membayangkan cahaya asing setiap diminta mengingat perempuan sepintas lalu. Lubang kemungkinan apa pun dia tempuh untuk menemukan kembali perempuan sepintas lalu. Berhari-hari, berminggu minggu, dan berbulan-bulan. Sia-sia: perempuan sepintas lalu seolah telah menguap dan lenyap.
Saking kesalnya Paul Sintli Joyodigimin mulai tidak tidur di rumah lagi. Dia berjalan dari satu gang ke gang lain: hanya mengejar bayangan perempuan sepintas lalu yang lenyap. Dia panggili perempuan sepintas lalu dengan kalimat, "Sisipus...Sisipus...di mana kamu?" di setiap kegelapan malam. "Bukankah pada setiap kesementaraan kita bisa menamai apa pun?" tulis Paul dalam catatannya. Malam larut dicabik-cabik oleh suara Paul yang mulai kering. Dan tetap saja dia dimakan kesenyapan.
Paul Sintli Joyodigimin mulai menulis lagi di koran-koran. Setiap hari koran-koran Surabaya diberondongi Paul Sintli Joyodigimin tentang manusia perempuan sementara dan sepintas lalu. Anehnya semua koran meneruskan tulisan Paul Sintli Joyodigimin dengan kalimat: dunia sementara dan sepintas lalu. Macam bayangan yang berkelebat-kelebat dan akhirnya lenyap. Semua di matanya sedang dalam kelenyapan, ketiadaan, minimal sepintas lalu. Sementara. Sejenak. Sejenak ada perempuan sepintas lalu, sejenak ada mimpinya tentang tubuhnya yang ingin berubah, tapi tinggal mimpi belaka. Dan sejenak tidak ada siapa siapa, kecuali catatannya yang tak pernah utuh.
Saking jengkelnya Paul Sintli Joyodigimin mengambil pistolnya. Dia kejar bayangan lenyap perempuan itu. Di tiap jam, detik, dan hari perempuan itu dikejar-kejar pistol Paul Sintli Joyodigimin. Saat ini tak banyak yang diinginkan: hanya tampak sebentar, sebentar saja, dan kemudian disempurnakan dengan tembakan: dor! Seolah-olah setelah menembak wajah kelebat perempuan itu akan berakhir semuanya dalam keutuhan. Seolah-olah semua akhir telah dekat. Seolah-olah pistol bisa menyelesaikan dan mendekatkan ketidakjelasan menjadi kekonkretan wajah perempuan itu?
Berkali-kali pelatuk pistol ditarik: dor, dor, dor, dor! Di setiap ruang rumahnya telah ditembaki, seolah-olah menembak bayang-bayang perempuan itu. Seolah-olah darah telah mengucur dan muncrat-muncrat. Seolah-olah Paul Sintli Joyodigimin menembak sesuatu yang ada, padahal tidak ada. Setelah pelornya habis Paul Sintli Joyodigimin mulai menyadari: perempuan sepintas lalu itu tak pernah mau pergi dari bayang-bayang dirinya. Dan hanya satu cara untuk menghilangkannya: mengakhiri dirinya sendiri. Sebab yang sepintas lalu telah nyata dalam dirinya: gelisah

Surabaya, 10 Agustus 2004.
Source : ceritaindonesia.angelfire.com

Cerita Tentang Seorang Ayah

Empat tahun yang lalu, kecelakaan telah merenggut orang yang kukasihi, sering aku bertanya-tanya, bagaimana keadaan istriku sekarang di alam surgawi, baik-baik sajakah? Dia pasti sangat sedih karena sudah meninggalkan sorang suami yang tidak mampu mengurus rumah dan seorang anak yang masih begitu kecil.
Begitulah yang kurasakan, karena selama ini aku merasa bahwa aku telah gagal, tidak bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anakku, dan gagal untuk menjadi ayah dan ibu untuk anakku.
Pada suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja, aku harus segera berangkat ke kantor, anakku masih tertidur. Ohhh aku harus menyediakan makan untuknya.
Karena masih ada sisa nasi, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan. Setelah memberitahu anakku yang masih mengantuk, kemudian aku bergegas berangkat ke tempat kerja.
Peran ganda yang kujalani, membuat energiku benar-benar terkuras. Suatu hari ketika aku pulang kerja aku merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang hari. Hanya sekilas aku memeluk dan mencium anakku, aku langsung masuk ke kamar tidur, dan melewatkan makan malam.
Namun, ketika aku merebahkan badan ke tempat tidur dengan maksud untuk tidur sejenak menghilangkan kepenatan, tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang pecah dan tumpah seperti cairan hangat! Aku membuka selimut dan….. di sanalah sumber ‘masalah’nya … sebuah mangkuk yang pecah dengan mie instan yang berantakan di seprai dan selimut!
Oh…Tuhan! Aku begitu marah, aku mengambil gantungan pakaian, dan langsung menghujani anakku yang sedang gembira bermain dengan mainannya, dengan pukulan-pukulan! Dia hanya menangis, sedikitpun tidak meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat:
“Ayah, tadi aku merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi. Tapi ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak mie instan. Aku ingat, ayah pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan mesin air minum ini dan menggunakan air panas untuk memasak mie. Satu untuk ayah dan yang satu lagi untuk saya . Karena aku takut mie’nya akan menjadi dingin, jadi aku menyimpannya di bawah selimut supaya tetap hangat sampai ayah pulang. Tapi aku lupa untuk mengingatkan ayah karena aku sedang bermain dengan mainanku, aku minta maaf,ayah … “
Seketika, air mata mulai mengalir di pipiku, tetapi, aku tidak ingin anakku melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke kamar mandi dan menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangisku. Setelah beberapa lama, aku hampiri anakku, kupeluknya dengan erat dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan dipantatnya, lalu aku membujuknya untuk tidur. Kemudian aku membersihkan kotoran tumpahan mie di tempat tidur.
Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, aku melewati kamar anakku, dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit di pantatnya, tapi karena dia sedang melihat foto ibu yang dikasihinya.
Satu tahun berlalu sejak kejadian itu, aku mencoba, dalam periode ini, untuk memusatkan perhatian dengan memberinya kasih sayang seorang ayah dan juga kasih sayang seorang ibu, serta memperhatikan semua kebutuhannya. Tanpa terasa, anakku sudah berumur tujuh tahun, dan akan lulus dari Taman Kanak-kanak. Untungnya, insiden yang terjadi tidak meninggalkan kenangan buruk di masa kecilnya dan dia sudah tumbuh dewasa dengan bahagia.
Namun, belum lama, aku sudah memukul anakku lagi, saya benar-benar menyesal. Guru Taman Kanak-kanaknya memanggilku dan memberitahukan bahwa anak saya absen dari sekolah. Aku pulang kerumah lebih awal dari kantor, aku berharap dia bisa menjelaskan. Tapi ia tidak ada dirumah, aku pergi mencari di sekitar rumah kami, memangil-manggil namanya dan akhirnya menemukan dirinya di sebuah toko alat tulis, sedang bermain komputer game dengan gembira. Aku marah, membawanya pulang dan menghujaninya dengan pukulan-pukulan. Dia diam saja lalu mengatakan, “Aku minta maaf, ayah“.
Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata ia absen dari acara “pertunjukan bakat” yang diadakan oleh sekolah, karena yg diundang adalah siswa dengan ibunya. Dan itulah alasan ketidakhadirannya karena ia tidak punya ibu.
Beberapa hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku pulang ke rumah memberitahuku, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara membaca dan menulis. Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri di kamarnya untuk berlatih menulis,aku yakin , jika istriku masih ada dan melihatnya ia akan merasa bangga, tentu saja dia membuat saya bangga juga!
Waktu berlalu dengan begitu cepat, satu tahun telah lewat. Tapi astaga, anakku membuat masalah lagi. Ketika aku sedang menyelasaikan pekerjaan di hari-hari terakhir kerja, tiba-tiba kantor pos menelpon. Karena pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang pos juga sedang sibuk-sibuknya, suasana hati mereka pun jadi kurang bagus.
Mereka menelponku dengan marah-marah, untuk memberitahu bahwa anakku telah mengirim beberapa surat tanpa alamat. Walaupun aku sudah berjanji untuk tidak pernah memukul anakku lagi, tetapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memukulnya lagi, karena aku merasa bahwa anak ini sudah benar-benar keterlaluan. Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, dia meminta maaf : “Maaf, ayah”. Tidak ada tambahan satu kata pun untuk menjelaskan alasannya melakukan itu.
Setelah itu saya pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat tanpa alamat tersebut lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah aku mendorong anakku ke sudut mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol apalagi ini? Apa yang ada dikepalanya? Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah : “Surat-surat itu untuk ibu…..”. Tiba-tiba mataku berkaca-kaca. …. tapi aku mencoba mengendalikan emosi dan terus bertanya kepadanya: “Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat-surat, pada waktu yg sama?” Jawaban anakku itu : “Aku telah menulis surat buat ibu untuk waktu yang lama, tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak pos itu, terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan surat-suratku. Tapi baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotak itu dan aku mengirimkannya sekaligus”. Setelah mendengar penjelasannya ini, aku kehilangan kata-kata, aku bingung, tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dan apa yang harus aku katakan.
Aku bilang pada anakku, “Nak, ibu sudah berada di surga, jadi untuk selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk ibu, cukup dengan membakar surat tersebut maka surat akan sampai kepada mommy. Setelah mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan segera setelah itu, ia bisa tidur dengan nyenyak. Aku berjanji akan membakar surat-surat atas namanya, jadi saya membawa surat-surat tersebut ke luar, tapi…. aku jadi penasaran untuk tidak membuka surat tersebut sebelum mereka berubah menjadi abu.
Dan salah satu dari isi surat-suratnya membuat hati saya hancur ‘ibu sayang’, Aku sangat merindukanmu! Hari ini, ada sebuah acara ‘Pertunjukan Bakat’ di sekolah, dan mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut. Tapi kamu tidak ada, jadi aku tidak ingin menghadirinya juga. Aku tidak memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah akan mulai menangis dan merindukanmu lagi.
Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain game di salah satu toko. Ayah keliling-keliling mencariku, setelah menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku, tetapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya.
Ibu, setiap hari aku melihat ayah merindukanmu, setiap kali dia teringat padamu, ia begitu sedih dan sering bersembunyi dan menangis di kamarnya. Aku pikir kita berdua amat sangat merindukanmu. Terlalu berat untuk kita berdua. Tapi bu, aku mulai melupakan wajahmu. Bisakah ibu muncul dalam mimpiku sehingga aku dapat melihat wajahmu dan ingat kamu? Temanku bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu. Tapi ibu, mengapa engkau tak pernah muncul ?
Setelah membaca surat itu, tangisku tidak bisa berhenti karena aku tidak pernah bisa menggantikan kesenjangan yang tak dapat digantikan semenjak ditinggalkan oleh istriku
Note : Untuk para suami dan laki-laki, yang telah dianugerahi seorang istri/pasangan yang baik, yang penuh kasih terhadap anak-anakmu selalu berterima-kasihlah setiap hari pada istrimu. Dia telah rela menghabiskan sisa umurnya untuk menemani hidupmu, membantumu, mendukungmu, memanjakanmu dan selalu setia menunggumu, menjaga dan menyayangi dirimu dan anak-anakmu.
Hargailah keberadaannya, kasihilah dan cintailah dia sepanjang hidupmu dengan segala kekurangan dan kelebihannya, karena apabila engkau telah kehilangan dia, tidak ada emas permata, intan berlian yang bisa menggantikannya.

Persahabatan Sunyi

DI sebuah jembatan penyeberangan tak beratap, matahari menantang garang di langit Jakarta yang berselimut karbon dioksida. Orang-orang melintas dalam gegas bersimbah peluh diliputi lautan udara bermuatan asap knalpot. Lelaki setengah umur itu masih duduk di situ, bersandarkan pagar pipa-pipa besi, persis di tengah jembatan. Menekurkan kepala yang dibungkus topi pandan kumal serta tubuh dibalut busana serba dekil, tenggorok di atas lembaran kardus bekas air kemasan. Di depannya sebuah kaleng peot, nyaris kosong dari uang receh logam pecahan terkecil yang masih berlaku. Dan, di bawah jembatan, mengalir kendaraan bermotor dengan derasnya jika di persimpangan tak jauh dari jembatan itu berlampu hijau. Sebaliknya, arus lalu lintas itu mendadak sontak berdesakan bagai segerombolan domba yang terkejut oleh auman macan, ketika lampu tiba-tiba berwarna merah.
Lelaki setengah umur yang kelihatan cukup sehat itu akan "tutup praktik" ketika matahari mulai tergelincir ke Barat. Turun dengan langkah pasti menuju lekukan sungai hitam di pinggir jalan, mendapatkan gerobak dorong kecil beroda besi seukuran asbak. Dari dalam gerobak yang penuh dengan buntelan dan tas-tas berwarna seragam dengan dekil tubuhnya, ia mencari-cari botol plastik yang berisi air entah diambil dari mana, lalu meminumnya. Setelah itu ia bersiul beberapa kali. Seekor anjing betina kurus berwarna hitam muncul, mengendus-endus dan menggoyang-goyangkan ekornya. Ia siap berangkat, mendorong gerobak kecilnya melawan arus kendaraan, di pinggir kanan jalan. Anjing kurus itu melompat ke atas gerobak, tidur bagai anak balita yang merasa tenteram di dodong ayahnya.
Melintasi pangkalan parkir truk yang berjejer memenuhi trotoar, para pejalan kaki terpaksa melintas di atas aspal dengan perasaan waswas menghindari kendaraan yang melaju. Lelaki itu lewat begitu saja mendorong gerobak bermuatan anjing dan buntelan-buntelan kumal miliknya sambil mencari-cari puntung rokok yang masih berapi di pinggir jalan itu, lalu mengisapnya dengan santai. Orang-orang menghindarinya sambil menutup hidung ketika berpapasan di bagian jalan tanpa tersisa secuil pun pedestrian karena telah dicuri truk-truk itu.
Lelaki setengah umur itu memarkir gerobak kecilnya di bawah pokok akasia tak jauh setelah membelok ke kanan tanpa membangunkan anjing betina hitam kurus yang terlelap di atas buntelan-buntelan dalam gerobak itu. Ia menepi ke pinggir sungai yang penuh sampah plastik, lalu kencing begitu saja. Ia tersentak kaget ketika mendengar anjingnya terkaing. Seorang bocah perempuan ingusan yang memegang krincingan dari kumpulan tutup botol minuman telah melempari anjing itu. Lelaki itu berkacak pinggang, menatap bocah perempuan ingusan itu dengan tajam. Bocah perempuan ingusan itu balas menantang sambil juga berkacak pinggang. Anjing betina hitam kurus itu mengendus-endus di belakang tuannya, seperti minta pembelaan.
Lelaki itu kembali mendorong gerobak kecilnya dengan bunyi kricit- kricit roda besi kekurangan gemuk. Anjing betina kurus berwarna hitam itu kembali melompat ke atas gerobak, bergelung dalam posisi semula. Bocah perempuan yang memegang krincingan itu mengikuti dari belakang dalam jarak sepuluh meteran. Bayangan jalan layang tol dalam kota, melindungi tiga makhluk itu dari sengatan matahari. Sementara lalu lintas semakin padat, udara semakin pepat berdebu.
Tiba-tiba, lelaki setengah umur itu membelokkan gerobak kecilnya ke sebuah rumah makan yang sedang padat pengunjung. Dari jauh, seorang satpam mengacung-acungkan pentungannya tinggi-tinggi. Lelaki itu seperti tidak memedulikannya, terus saja mendorong hingga ke lapangan parkir sempit penuh mobil di depan restoran itu. Sepasang orang muda yang baru saja parkir hendak makan, kembali menutup pintu mobilnya sambil menutup hidung ketika lelaki itu menyorongkan gerobaknya ke dekat mobil sedan hitam itu. Seorang pelayan rumah makan itu berlari tergopoh- gopoh keluar, menyerahkan sekantong plastik makanan pada laki-laki itu sambil menghardik.
"Cepat pergi!"
LELAKI setengah umur itu menghentikan gerobak kecilnya di depan sebuah halte bus kota. Mengeluarkan beberapa koin untuk ditukarkan dengan beberapa batang rokok yang dijual oleh seorang penghuni tetap halte itu dengan gerobak jualannya. Orang-orang yang berdiri di dekat gerobak rokok itu menghindar tanpa peduli. Halte itu senantiasa ramai karena tak jauh dari situ ada satu jalur pintu keluar jalan tol yang menukik dan selalu sesak oleh mobil-mobil yang hendak keluar. Lelaki itu meneruskan perjalanannya menuju kolong penurunan jalan layang tol itu. Meski berpagar besi, telah lama ada bagian yang sengaja dibolongi oleh penghuni-penghuni kolong jalan layang itu untuk dijadikan pintu masuk. Tempat lelaki setengah umur itu di pojok yang rada gelap dan terlindung dari hujan dan panas. Dari dulu tempatnya di situ, tak ada yang berani mengusik. Kecuali beberapa kali ia diangkut oleh pasukan tramtib kota, lalu kemudian dilepas dan kembali lagi ke situ. Ia lalu membongkar isi gerobaknya, mengeluarkan lipatan kardus dan mengaturnya menjadi tikar. Anjing betina berwarna hitam kurus itu mengibas-ngibaskan ekornya ketika lelaki itu mengambil sebuah piring plastik dari dalam buntelan, lalu membagi makanan yang didapatnya dari rumah makan tadi. Keduanya makan dengan lahap tanpa menoleh kanan-kiri.
Bocah perempuan ingusan itu berdiri dari jauh di bawah kolong jalan layang itu, memandang dengan rasa lapar yang menyodok pada dua makhluk yang sedang asyik menikmati makan siang itu. Ia memberanikan dirinya menuju kedua makhluk itu, lalu bergabung makan dengan anjing betina berwarna hitam kurus itu. Ternyata anjing betina itu penakut. Ia menghindar dan makanan yang tinggal sedikit itu sepenuhnya dikuasai bocah perempuan itu dan ia melahapnya. Sedang lelaki setengah umur itu tidak peduli, meneruskan makannya hingga licin tandas dari daun pisang dan kertas coklat pembungkus. Mengeluarkan sebuah botol air kemasan berisi air, meminumnya separuh. Tanpa bicara apa- apa, bocah perempuan ingusan itu menyambar botol itu dan meminumnya juga hingga tandas. Lelaki setengah umur itu hanya memandang, sedikit terkejut, tapi tidak bicara apa-apa. Air mukanya tawar saja. Mengeluarkan rokok dan membakarnya sambil bersandar pada gerobak kecilnya. Tergeletak tidur setelah itu di atas bentangan kardus kumal.
MALAM telah larut. Bocah perempuan ingusan itu terbirit-birit dikejar gerimis yang mulai menghujan. Rambutnya yang nyaris gimbal itu kini melekat lurus-lurus di kulit kepalanya disiram gerimis. Bunyi krincingan dan kresek-kresek kantong plastik yang dibawanya membangunkan anjing betina kurus berwarna hitam itu. Ia menyalak sedikit, kemudian merungus setelah dilempari sepotong kue oleh bocah itu. Lewat penerangan jalan, samar- samar dilihatnya lekaki setengah umur itu tidur bergulung bagai angka lima di atas kardus. Setelah melahap kue, anjing itu kembali tidur di sebelah tuannya, di atas bentangan kardus yang tersisa.
Bocah itu mengeluarkan lilin dan korek api dari dalam kantong plastik. Berkali-kali menggoreskan korek api, padam lagi oleh tiupan angin bertempias. Lalu ia mendekat ke arah lelaki setengah umur itu agar lebih terlindung oleh angin dan berhasil menyalakan lilin. Bocah itu melihat ujung lipatan kardus tersembul dari dalam gerobak kecil di atas kepala lelaki setengah umur itu. Ia berusaha menariknya keluar tanpa menimbulkan suara berisik dan membangunkan lelaki itu. Setelah berhasil, ia membaringkan dirinya yang setengah menggigil karena pakaiannya basah. Merapat pada tubuh lelaki yang memunggunginya itu, sekadar mendapatkan imbasan panas dari tubuh lelaki itu.
Bocah perempuan ingusan itu cepat terlelap dan bermimpi berperahu bersama anjing betina kurus berwarna hitam itu di sebuah danau yang sunyi. Deru mesin mobil yang melintasi jembatan beton di atas mereka justru menimbulkan rasa tenteram, rasa hidup di sebuah kota yang sibuk. Lelaki setengah umur itu juga sedang bermimpi tidur dengan seorang perempuan. Ketika ia membalikkan badannya, ia menangkap erat-erat tubuh bocah yang setengah basah itu dan melanjutkan mimpinya.
Sebelumnya, kolong penurunan jalan layang tol itu cukup padat penghuninya di malam hari. Beberapa anak jalanan yang sehari- hari mengamen di sepanjang jalan bawah, juga bermalam di situ. Ada lima anak jalanan laki-laki yang selalu menjahili bocah perempuan yang selalu membawa krincingan itu sampai menangis berteriak-teriak. Lelaki setengah umur itu membiarkannya saja. Mungkin menurutnya sesuatu yang biasa-biasa saja, meskipun anak-anak lelaki itu sampai-sampai menelanjangi bocah perempuan ingusan itu. Penghuni lain pun tak ada yang berani membela. Sejak itu, bocah perempuan ingusan itu menghilang, entah tidur di mana.
Lelaki setengah umur itu mulai marah ketika suatu hari ia membawa seekor anjing betina kurus berwarna hitam ke markasnya. Mungkin anjing itu kurang sehat hingga semalaman anjing itu terkaing-kaing. Lelaki itu tampak berusaha keras mengobati anjing itu dengan menyuguhkan makanan dan air. Tapi, anak-anak jalanan yang jahil itu melempari anjing itu dengan batu. Salah satu batunya mengenai kepala lelaki itu. Lelaki itu meradang, lalu mengambil golok di dalam timbunan buntelan dalam gerobak kecilnya. Anak-anak itu dikejarnya. Konon salah seorang terluka oleh golok itu. Namun, mereka tak ada yang berani melawan dan tak berani kembali lagi.
SEBELUM subuh, pasukan tramtib itu datang lagi, lengkap dengan polisi dan beberapa truk dengan bak terbuka pengangkut gelandangan. Sebelum matahari muncul, kolong- kolong jembatan dan jalan layang harus bersih dari manusia-manusia kasta paling melata itu. Mimpi lelaki itu tersangkut bersama gerobaknya di atas bak truk. Begitu juga bocah perempuan itu. Lelaki setengah umur itu menggapai-gapaikan tangannya, minta petugas menaikkan anjingnya yang menyalak-nyalak, minta ikut bersama tuannya. Tapi, sebuah pentungan kayu telah mendarat di kepala anjing kurus itu hingga terkaing-kaing, berlari ke seberang jalan dan hilang ditelan kegelapan.
"Mampus kau, anjing kurapan!" sumpah petugas itu sambil melompat ke atas truk yang segera berangkat.
Bak truk terbuka itu nyaris penuh, termasuk tukang rokok di halte dekat situ. Lelaki setengah umur itu tampak geram. Matanya mencorong ke arah petugas yang memegang pentungan. Petugas itu pura-pura tidak melihat. Hujan telah berhenti. Iringan truk yang penuh manusia gelandangan kota yang dikawal mobil polisi bersenjata lengkap di depannya, menuju ke suatu tempat arah ke Utara, dan kemudian membelok ke kanan. Dari pengeras suara di puncak-puncak menara masjid terdengar azan subuh bersahut-sahutan. Bulan semangka tipis masih menggantung di langit, kadang-kadang tertutup awan yang bergerak ke Barat.
BEBERAPA minggu kemudian, pelintas jembatan penyeberangan yang beratap itu, kembali menemukan lelaki setengah umur itu berpraktik di tempat sebelumnya. Ia baru turun mengemasi kaleng peot dan alas kardusnya ketika matahari mulai tergelincir ke Barat. Melangkah dengan pasti, menuju tempat gerobak kecilnya ditambatkan.
Di depan pangkalan truk yang telah menyempitkan jalan, lelaki itu mendorong gerobak kecilnya dengan santai sambil mengawasi puntung-puntung rokok yang masih berapi dilempar sopir-sopir truk ke jalan. Ada yang sengaja melemparkan puntung rokoknya ketika laki- laki bergerobak itu melintas. Di atas gerobaknya, kini bertengger bocah perempuan ingusan itu sambil terus bernyanyi dengan iringan krincingannya. Orang-orang tak ada yang peduli.*

Rawamangun, 3 Oktober 2004

cerita pendek Harris Effendi Thahar

Tahukah Engkau


“Kamu gak capek pulang terus?”, tanya Carlos.

“Capek sih, tapi aku sudah terlanjur jatuh cinta dengan pekerjaanku ini. Aku bisa kok menikmatinya”, jawab Elia sambil duduk di samping kasur.

“Tapi, apa kamu bisa membagi waktu? Kasihan ‘kan anak kita ditelantarkan begitu saja. Kamu juga sering pulang lebih malam daripada aku, bahkan kadang lembur”, jelas Carlos sambil menutup buku yang sedang dibacanya dan melepas kacamatanya.

“Iya, aku tahu tapi kamu ngertiin aku juga dong. Ini adalah cita-citaku dari kecil dan setelah aku raih masa harus kulepaskan begitu saja? Aku sudah menunggu saat-saat seperti ini, aku telah menitinya dengan keringat dan kerja keras. Kamu juga, bukannya kamu mendukung aku? Tapi, kenapa jadinya begini?”, jelas Elia sambil bangkit berdiri.

“Iya, iya. Aku mengerti jelas tentang apa yang kamu hadapi sekarang. Tapi lihat, sekarang kamu bukan hanya seorang wanita karier, tapi kamu juga merangkap sebagai istri dan ibu dari anak kita. Seenggaknya, aku mau kamu adil dan bijaksana. Jangan hanya terfokus pada pekerjaanmu.”

“Oh, jadi menurut kamu, selama ini aku gak adil? Membuatkan sarapan pagi dan menemani Amanda membeli keperluan sekolah, itu belum cukup?! Aku uda cukup berkorban, Carlos!”, teriak Elia sambil menunjuk dadanya sendiri.

“Shht, Amanda sudah tidur, nanti dia bangun. Lagi pula aku gak berpikir begitu. Aku cuma mau kamu mengurangi waktu kerja kamu. Toh, aku ‘kan juga sudah punya pekerjaan, masih cukup membiayai kita sekeluarga.”

“Apa kamu pikit sebuah pekerjaan itu hanya dinilai dari materi? Oh, jadi selama ini kamu pikir aku haus akan uang dengan pekerjaanku ini? Kalau kamu memang berpikir begitu, berarti kamu belum mengerti aku sepenuhnya.

***

Elia adalah seorang wanita karier yang sukses. Begitu suksesnya, ia harus mengorbankan kebahagiaannya yang sepatutnya ia dapatkan dengan keluarganya. Namun, untuk pekerjaannya sebagai arsitektur, ia menyanggupi konsekuensi itu. Sayang, suaminya yang awalnya mendukung pekerjaannya itu, lama kelamaan muak dengan keputusannya sendiri.

“Ma, hari ini ada rapat orangtua murid. Mama ingat ‘kan? Lagian ini hari Sabtu”, kata Amanda sambil mengunyah roti isinya.

“Aduh, mama gak bisa, Manda. Mama sibuk. Papa aja ya, yang ambilkan rapot Amanda. Mama sudah janji sama teman mama.”

“Mama juga sudah janji mau ambil rapotku, ‘kan? Mama yang bilang kalau aku dapat ranking satu, nanti mama beliin aku boneka Angry Birds. Tapi mana? Mama bohong!”, teriak Amanda sambil menahan tangis. Ia menjatuhkan sisa roti isinya dan berlari ke kamarnya sambil menangis.

“Amanda, mama belum selesai bicara”, tegur Elia sambil meletakkan tasnya di atas meja dan seketika menghentikan aktivitasnya.

“Ya sudah, nanti aku yang jelasin ke Amanda. Kamu pergi saja selesaikan pekerjaanmu dulu. Besok kita pergi jalan-jalan sekeluarga”, kata Carlos mencoba mencairkan suasana.

“Lah? Aku sibuk, mungkin aku lembur. Proyek ini harus cepat kuselesaikan. Aku gak bisa besok”, jelas Elia sambil mengernyitkan dahi.

“Terus kamu bisanya kapan? Kalau kamu memang serius dengan pekerjaanmu, bukan berarti kamu bisa telantarkan Amanda.”

“Hmm, aku lagi gak ada waktu untuk berdebat. Aku pergi dulu ya”, pamit Elia sambil membawa tas kerjanya tanpa basa-basi. Tanpa cium pipi ataupun sekadar senyum kepada Carlos.

Seketika ruang makan itu menjadi sepi. Tak lama, terdengar suara mobil dinyalakan dan semakin lama menghilang. Carlos hanya menghela napas memikirkan cara apa lagi agar Elia berubah seperti dulu. Seingatnya, beberapa bulan yang lalu Elia tidak seperti ini. Ia penuh perhatian terhadap Amanda, bahkan selalu mengantar dan menjemput Amanda tanpa mengeluh. Ia nyaris tidak pernah lembur, selalu pulang lebih awal dari pada Carlos. Tapi sekarang? Entah sampai kapan Carlos harus menahan diri melihat kelakuan Elia yang semakin larut dalam pekerjaannya. Atau, mungkinkah ia sedang menutupi sesuatu di balik pekerjaannya ini?

***

“Bersabarlah, semua akan kembali indah pada waktunya. Dia hanya sedang butuh waktu untuk dirinya sendiri. Biarkan dia menikmati pekerjaannya, toh hitung-hitung bisa menambah pendapatan keluarga kalian”,  kata Feodrova sambil memberikan segelas teh kepada Carlos.

“Tapi bila harus mengorbankan Amanda, sama saja bohong. Apa gunanya? Amanda itu masih kecil, dia masih butuh perhatian. Apa kamu gak merasa kasihan lihat Amanda menangis?”, tanya Carlos sambil menyeruput teh panasnya.

“Iya, tapi kamu mendukung dia ‘kan? Dia sudah memperlihatkan kesungguhannya di pekerjaannya ini, dia mencurahkan hati dan pikirannya tanpa setengah-setengah. Dia bersedia lembur walaupun dia capek. Dia tetap menyempatkan diri membuat sarapan bahkan terkadang mengantarkan Amanda ke sekolah.”

“Maaf Feo bila aku lancing tapi bukannya kamu sudah punya pengalaman seperti ini ‘kan? Bukannya perubahan seperti ini yang harus dicurigai? Bekerja untuk menghindari keluarga.”

Feodrova tersenyum kecil. “Lihatlah ke belakang sebentar, baru sekarang ‘kan ia meminta waktu untuk bekerja. Dulu ia sangat mengutamakan keluarga, mengurus segala sesuatunya dengan tulus.”

Selama ini, Feodrova yang meyakini Carlos untuk menghadapi masalah ini dengan kepala dingin. Dia paham tentang apa yang terjadi karena ia pernah mengalaminya. Pekerjaan menjadi topeng atas perselingkuhan suaminya. Tak heran, saat itu ia orang yang individualis dan terlalu egois untuk memikirkan suaminya. Bercerai bukan jalan yang ingin ditempuhnya, namun suaminya terlanjur menghamili anak orang.

Kejadian ini yang membuat ia lebih mudah mengerti keadaan Carlos sehingga ia berusaha membantu Carlos semampunya agar ia tak melakukan hal gila, mengingat ia telah memiliki buah hati.

“Feo, aku rasa cuma kamu yang bisa mengerti aku.” Kali ini Feodrova tersenyum kecil lagi dan menundukkan lalu menggelengkan kepalanya.

Taman di rumah itu seolah kehabisan oksigen. Carlos merasa panas dan segala peluh bercucuran di badannya. Ia skeptis dengan pertanyaan yang akan digunakannya kepada Feodrova. Sebab sejujurnya, hanya ketenangan hati yang didapatnya bila bersama Feodrova.

“Feo, maukah kamu menikah denganku?”

“Plaaakk!”

Feodrova tak percaya atas apa yang didengarnya. Seluruh badannya berguncang. Ia melangkah mundur, menjauhi Carlos.

“Jangan gila kamu, Carlos! Kamu sudah beristri, sudah punya anak! Bagaimanapun alasanmu, kamu tidak bisa menceraikan Elia!”

“Siapa bilang aku harus menceraikan Elia?”

“Jadi, maksud kamu?”, tanya Feodrova keheranan sebelum melanjutkan, “Kamu bodoh atau memang bajingan? Wanita mana yang rela dimadu? Maksudku kamu tetap harus bersama Elia, mempertahankan pernikahanmu bagaimanapun keadaannya tanpa aku.”

“Carlos…”, kata Elia dengan pelan.

Keadaan semakin mencekam. Baik Carlos maupun Feodrova langsung menengok pada Elia dengan penuh rasa terkejut. Ternyata Elia pulang lebih awal dan ia sudah berdiri di ruang tamu sejak tadi. Tanpa berkata-kata, Elia berjalan menuju kamarnya seolah tak ada yang terjadi. Baru saja Elia hendak menutup pintu, Carlos menahannya.

“Dengar penjelasanku dulu”, kata Carlos.

“Kamu mau jelasin apa lagi? Semua sudah jelas! Dan aku gak mau dimadu!”, teriak Elia.

Mendadak suasana menjadi hening. Tak ada pembicaraan untuk sementara waktu. Mereka saling diam dan saling berhadapan namun tak saling melihat satu sama lain, hingga Carlos memutuskan memulai pembicaraan kembali.

Carlos menghela napas. “Baik. Kita cerai”, kata Carlos dengan pelan tapi jelas.


Elia tak bisa bernapas, dadanya berdebar semakin kencang. Ia menggigit bibir bawahnya dan menatap kosong ke lantai. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia tak menyangka bahwa kata-kata itu akan keluar dengan mudahnya dari mulut Carlos.

“Aku terima bila memang begitu adanya keputusanmu. Mungkin aku memang terlalu memikirkan pekerjaan tapi aku melakukan semua itu karena…”, kata Elia sambil menahan tangis dan memegang dadanya.

“Karena?”, tanya Carlos dengan khawatir sambil mendekati Elia.

“Karena umurku sudah tidak panjang lagi. Aku tidak mau kalian tahu aku mengidap kanker payudara. Aku sengaja bekerja untuk mengalihkan pikiranku. Tapi, sudahlah. Kamu jalani saja kehidupanmu. Jangan pedulikan aku.”

Tiba-tiba, Carlos merengkuh Elia. Beribu maaf terucap oleh Carlos atas perbuatan dan keputusan bodohnya tadi yang diucapkannya tanpa pikir panjang. Ia berjanji akan merawat Elia dengan sepenuh hati.

***

Beberapa bulan kemudian, selepas proyeknya yang berjalan sukses, Elia tak mengundurkan diri . Ia tetap bekerja seperti biasanya namun tak pernah lembur lagi. Ia menghabiskan waktunya bersama Carlos dan Amanda setiap akhir minggu. Dengan tawa dan penuh kasih di antara mereka.

Setahun kemudian, Elia dipanggil Tuhan. Ia tak terlihat sedih di saat menghembuskan napas terakhirnya. Sebaliknya, ia terlihat begitu tenang. Tanpa tangis kesedihan pun Carlos melepas Elia. Kini, Carlos sadar bahwa cinta tak harus memiliki dan tak selamanya terungkap melalui perbuatan. Karena dengan percaya, kasihlah yang akan menjawab semua pertanyaan dan membuka mata kita.

Tolong “share” ke teman-teman yang lain agar mereka juga dapat memetik hikmah yang ada pada kisah di atas. Semoga dapat bermanfaat bagi kehidupan kita, terimakasih.

sumber : kompasiana.com

Kado Terakhir Dari Ayah

Di sebuah perumahan terkenal di jakarta tinggalah seorang gadis bersama sang ayah, sang ibu telah lama mendahuluinya pergi sejak ia masih kecil. .

Seorang gadis yg akan di wisuda, sebentar lagi dia akan menjadi seorang sarjana, akhir jerih payahnya selama beberapa tahun di bangku pendidikan.

Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari Ford. Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin, karena dia anak satu-satunya dan ayahnya sangat sayang padanya, sehingga dia sangat yakin nanti dia pasti akan mendapatkan mobil itu.

Diapun ber’angan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan teman-temannya. Bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan ke teman-temannya, Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya.

Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan putrinya, dan betapa dia mencintai anak itu.

Lalu dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan,… bukan sebuah kunci!

Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia membukanya. Dan dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Jaket kulit Terkenal, di belakangnya terukir indah namanya dengan sutra emas.

Gadis itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dia berteriak, “Yaahh… Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan jaket ini untukku?”

Lalu dia membuang Jaket itu dan lari meninggalkan ayahnya.

Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa, hatinya hancur, dia hanya berdiri mematung, tak tahu apa yg harus di lakukannya ..

Tahun demi tahun berlalu,

sang gadis telah menjadi seorang yang sukses. Dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang wanita karir. Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan dikelilingi suami yang tampan dan anak yang cerdas.

Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa sayangnya pada anak itu. Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam.

Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya itu. Sang anak disuruh menghadap Jaksa wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya. Saat melangkah masuk kerumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih, mengingat semua kenangan semasa dia tinggal disitu. Dia merasa sangat menyesal telah bersikap buruk terhadap ayahnya.

Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya, dia menelusuri semua barang di rumah itu. Dan ketika dia membuka lemari pakaian ayahnya, dia menemukan Jaket itu, masih terbungkus dengan kertas kado yang sama beberapa tahun yang lalu.


sesuatu jatuh dari bagian kantong Jaket itu. Dia memungutnya.. sebuah kunci mobil! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan! Dia merogoh kantong sebelahnya dan menemukan sesuatu,, di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya tercetak di situ. Dan sebuah kwitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu.

Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok kedalam. Bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum bangga

Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk disamping mobil itu, ia menangis. air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya yang takan mungkin bisa terobati…

Tolong “share” ke teman-teman yang lain agar mereka juga dapat memetik hikmah yang ada pada kisah di atas. Semoga dapat bermanfaat bagi kehidupan kita, terimakasih.

sumber : dibebaskan.blogspot.com

SENTUH HATIKU... Kisah Nyata Pengampunan yang Luar Biasa

SENTUH HATIKU... Kisah Nyata Pengampunan yang Luar Biasa

TRUE STORY. Ternyata di balik sebuah lagu " Sentuh Hatiku " ada Kisah Nyata tentang Pengampunan yang luar biasa. Saya sampai tidak habis pikir bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Lagu ini adalah Kisah Nyata seorang gadis yang harus menghadapi perjuangan hidup yang sangat berat. Hal itu tercermin dari keinginannya untuk bunuh diri. Dia ingin menyayat nadi tangannya karena tidak sanggup menghadapi beban hidupnya yang berat.


Ketika ia masih duduk di bangku SMP, ia sudah hamil di luar nikah, dan yang mengejutkannya lagi, ia hamil karena diperkosa oleh nafsu ayahnya sendiri. Sejak itu pun, ia dibelenggu oleh ayahnya sendiri di sebuah perkebunan dengan rantai besi agar perbuatannya tidak diketahui orang banyak selama 13 Tahun. Tetapi, dalam kesendiriannya saat itu. dia tahu ada Seseorang yg menyentuh hatinya dengan kuat. Seseorang yang ia tahu adalah Tuhan Yesus. Selama 13 tahun ia dibelenggu, ia memberikan kesaksian bahwa ia selalu kecewa dengan Tuhan, yang membiarkannya mengalami hal itu.

Tapi, akhirnya ia sadar bahwa ternyata Kasih Tuhan adalah yang terbaik bagiNya. Selama 13 tahun itupun, sebenarnya ayahnya sebenarnya terkena serangan stroke. Sehingga sulit untuk berjalan, bahkan tidak dapat berbicara lagi. Tapi, berkat kuasa Tuhan, ia sadar, bahwa sebuah kasih yang murni itu adalah kasih yang mau mengampuni.

Katanya memang berat untuk mengampuni orang yang sudah berbuat jahat dengan kita. Apalagi yg melakukannya adalah ayahnya sendiri. Tapi, lagi-lagi berkat kasih Tuhan, ia sadar. Kasih murni adalah kasih yang mengampuni. Selama 13 tahun berlalu dengan sikap yang sulit mengampuni. Akhirnya ia mengerti bahwa kasih itu adalah kasih yg mengampuni. Dan ia pun rela memeluk ayahnya yang sedang sakit, dan membisikkan kepada ayahnya, Ayahku…, aku mengampuni ayah. Aku minta maaf kepadamu selama ini sulit untuk mengampuni ayah. Benar-benar kisah pengampunan yang luar biasa.


Judul Lagu : Sentuh Hatiku
Penyanyi : Maria Shandi
Pencipta : Jason



Lirik Lagu Rohani : Sentuh Hatiku – Maria Shandi

Betapa ku Mencintai
Segala yang terjadi
Tak pernah sendiri
Jalani hidup ini
Selalu Menyertai
Betapa ku menyadari
Di dalam Hidupku ini
Kau selalu memberi
Rancangan terbaik
Oleh karena Kasih
(Ref)
Bapa, Sentuh Hatiku
Ubah Hidupku
Menjadi yang Baru
Bagai Emas Yg Murni
Kau membentuk
Bejana hatiku
Bapa, Ajarku mengerti
Sebuah Kasih
Yang Selalu Memberi
Bagai.., Air mengalir
Yang tiada pernah berhenti
KasihMu ya Tuhan
Tak pernah berhenti

~Luruskan Hatiku Tuhan~(Kisah Benar)


Semoga cerita ini dapat kita ambil sebagai pengajaran. InsyaAllah. Buat semua, pada yang dah berkahwin, baru nak kawin ataupun akan kawin nanti, kisah ni biarlah tersemat di dalam jiwa.

Kira-Kira 15 hari yang lalu, seorang hamba Allah , telah pun kembali ke rahmatullah secara mengejut (kerana sakit jantung). Allahyarham adalah merupakan seorang yang amat dihormati dan disegani di kampung beliau. Semasa jenazah Allahyarham diletakkan di ruang tamu rumahnya sementara menunggu untuk diuruskan oleh saudara mara dan sahabat handai, isteri Allahyarham tidak berhenti-henti meratapi jenazahnya sambil merungut-rungut.

Si penulis (penulis asal cerita ini) yang kebetulan anak saudara Allahyarham, ada di sebelah balu Allahyarham pada ketika itu. Beliau merasa amat hairan dengan sikap balu arwah itu. Si balu sepatutnya membaca ayat-ayat suci al-Quran untuk dihadiahkan kepada arwah. Kira-kira 10 minit kemudian, kakak ipar arwah (kakak balunya) pun sampai.

Beliau turut merasa hairan dengan sikap adiknya yang meratapi dan merungut itu, lantas beliau melarang adiknya berbuat demikian sambil bertanya akan sebabnya. Penulis yang masih berada di situ merasa amat terkejut apabila mendengar jawapan yang diberikan oleh balu Allahyarham itu.

Antara jawapannya ialah: Suaminya tidak membuat surat wasiat (yang sebenarnya ada). Tanah pusaka milik suaminya tidak sempat ditukarkan ke nama beliau dan anak-anaknya. Suaminya tidak sempat memindahkan saham syarikat suaminya bersama-sama adik-adiknya kepada beliau (Allahyarham memegang saham sebanyak 50% dan 5 orang adik-adiknya memegang 10% setiap seorang).

Untuk makluman, arwah adalah seorang yang agak berjaya dalam perniagaannya. Syarikat yang diuruskan oleh arwah sangat maju. Di samping itu, arwah memiliki kira-kira 12 ekar tanah di pinggir  Putra Jaya dan kira-kira 50 ekar di sekitar kawasan Sepang/Dengkil.

Setelah seminggu arwah dikebumikan, peguam arwah memanggil waris-warisnya untuk dibacakan surat wasiat arwah. Penulis juga turut dipanggil tanpa mengetahui akan sebabnya. Allahyarham mempunyai 4 orang anak, yang sulung masih lagi bersekolah di tingkatan 4 manakala yang bongsunya berusia 6 tahun.

Antara kandungan surat wasiat Allahyarham ialah :
1. 30% syer perniagaannya diserahkan kepada anak saudara perempuannya yang juga ahli perniagaan, dan>20% lagi diagihkan sama rata kepada anak-anaknya dengan anak saudara perempuannya sebagai pemegang amanah.

2. Tanah pusakanya seluas 10 ekar di pinggir Putra Jaya dibahagikan sama rata kepada anak-anak perempuannya (2 orang) dan 2 ekar untuk anak saudara lelakinya yang juga pemegang amanah untuk anak-anak perempuannya. Anak-anak lelakinya yang berumur 14 dan 10 tahun, diberikan tanah 15 ekar seorang dengan saudara lelakinya sebagai pemegang amanah.

3. Saham-sahamnya diserahkan kepada anak-anaknya dan dibahagikan mengikut hukum syarak, dan diuruskan oleh saudara perempuannya yang diberi 20%.

4. Wang tunainya di bank persendirian diamanahkan kepada kakaknya untuk menampung pembiayaan anak-anaknya jika isterinya tidak berkahwin  lagi. Jika isterinya berkahwin lagi, beliau meminta peguamnya meminta mahkamah memberikan hak penjagaan anak-anaknya kepada kakaknya.

5. Rumah dan tapak rumahnya diwakafkan untuk anak-anak yatim Islam dan sebuah surau, dan hendaklah diserahkan kepada Majlis Agama Islam.

6. Harta-hartanya yang lain iaitu 2 buah kereta diberikan kepada adik lelakinya yang ketiga dan kelima, manakala baki tanah 20 ekar dibahagikan sama rata kepada adik-adik dan kakaknya.

Setelah selesai wasiat tersebut dibaca, isterinya membantah keras kerana tiada satu pun harta yang diserahkan kepadanya melainkan sebuah proton saga yang tidak dimasukkan dalam wasiat tersebut (yang memang digunakan oleh isterinya). Belum sempat isterinya terus membantah, peguam Allahyarham membacakan satu kenyataan mengenai isterinya yang terkandung dalam wasiat itu.

"Isteriku tidak akan kuberikan apa-apa kecuali pengampunan. Terlalu banyak dosanya kepadaku. Maka pengampunan adalah hadiah yang paling berharga buat nya. Tidak pernah aku merasa masakannya sejak mula berkahwin walaupun pernah aku suarakan. Tiada belas kasihan terhadap aku, baik semasa sakit apatah lagi jika aku sihat. Herdik dan tengking kepada aku dan anak-anak adalah lumrah. Keluar rumah tidak pernah meminta kebenaran daripada aku. Makan dan minum anak-anak adalah tanggungjawab bibik (pembantu rumah). Kain bajuku tidak pernah diuruskan, dan yang paling menyedihkan, tiada mahunya dia mendengar pandangan dan nasihatku untuk kesejahteraan rumahtangga. Kebahagiaan aku selama ini hanya dengan amalanku, tugas seharianku, anak-anakku dan adik-beradikku, terutama kakakku (yang sebagai pengganti ibu)."

Selepas peguam Allahyarham membacakan kenyataan itu, barulah penulis faham mengapa balu Allahyarham begitu meratap dan merungut semasa berada di sisi jenazahnya. Marilah kita renungi bersama. Semoga dengan apa yang terjadi di atas, akan memberikan satu pengajaran yang berguna kepada kita sebagai umat Islam.





Source by adminskss.blogspot.com

Wassapp - Aplikasi Whatsapp di PC

Wassapp is a PC application developed to be a non-official client for WhatsApp Messenger. Type your phone number, import your contacts and chat with them instantly using your keyboard!

Requisites:

  • A phone number already registered in WhatsApp.
  • Operating System: Windows XP  SP2 or greater.
  • .NET Framework 4.0
  • Internet connection.
Download


Percintaan Kepompong

Cerita Pendek Ahmadun Y Herfanda
Setiap melihat kepompong di daun palem di teras rumahku aku selalu ingat
kata-kata kekasihku: kita, kau dan aku, adalah kepompong, yang menunggu waktu untuk lepas dari bungkusnya dan terbang menjadi kupu-kupu, belalang, atau mungkin burung jiwa.
"Aku lebih suka kupu-kupu. Dengan sayap-sayap bercahaya kita akan terbang ke langit," ujar kekasihku, penuh imajinasi..
Tetapi, aku merasa terlalu lama jiwaku tidur di dalam kepompong itu, entah berapa abad. Namun, kekasihku yakin, makin lama kita bersemayam di dalamnya, akan makin matanglah jiwa kita, dan makin perkasa pula raga kita. "Kalau kau jadi kupu-kupu, kau akan jadi kupu-kupu yang kuat. Kalau kau jadi belalang, akan jadi belalang yang perkasa," katanya.
Tapi, bagaimana kalau kita tidak menjadi apa-apa, atau bahkan mati di dalam kepompong itu, karena tidak punya kekuatan lagi untuk melepaskan diri dari kungkungan derita. "Ah tidak. Kita sedang berproses," katanya. "Kita harus jalani proses itu untuk menjadi."
Untuk menjadi? Menjadi apa? Aku tidak tahu jawabannya, sebab aku tidak punya cita-cita. Aku ingin hidup mengalir saja bagai air, berembus bagai angin, menyebar bagai pasir, meresap bagai garam, menyusup bagai rumput-rumput jiwa.
Tetapi, seperti kata kekasihku, aku jalani juga hidupku sebagai proses proses untuk menjadi. Aku jalani hari-hari manis, juga hari-hari pahit, bersama orang-orang yang bersentuhan denganku, bersama jiwa-jiwa yang bersedia berbagi. Kuliah, pacaran, bekerja, membangun karier, bertahun-tahun, berabad-abad, sampai serasa lumutan.
Tapi, aku sungguh tidak tahan menghadapi tahapan membujang terlalu lama takut menjadi bujang lapuk. Maka, aku pun menikah begitu menemukan gadis yang aku sukai dan bersedia berbagi meskipun lebih banyak berbagi duka sebelum kuntuntaskan cintaku padanya. Sementara, kekasihku begitu tahan menjalani tahapan itu, membujang begitu lama, setidaknya sampai kami bertemu lagi di Jakarta.
"Aku ingin kukuh dalam cinta, cinta pertama," katanya. Aku terkejut sekaligus terpana. "Bukankah kita masih dalam kepompong cinta yang sama? Sayap-sayap kita sedang tumbuh untuk bisa terbang sebagai kupu-kupu, bersama," tambahnya. Imajinatif sekali. Melebihi imajinasi seorang pujangga.
"Tapi aku sudah menikah dan punya anak. Aku bukan lagi yang dulu," kataku. "Masuklah kembali engkau ke dalam kepompongku untuk bercinta seperti dulu," katanya.
"Tapi, bagaimana dengan kepompongku?"
"Buang saja. Tidak ada gunanya. Ia telah pecah oleh perkawinanmu yang tanpa cinta itu."
"Apa? Tanpa cinta? Ah... kau keliru. Aku mencintai istriku."
"Bagaimana engkau bisa berkata begitu jika cintamu tertinggal di sini, di dalam kepompongku. Tiap saat aku dapat merasakan denyutnya."
Aku ingin membantah kata-katanya, bahwa aku benar-benar mencintai istriku, meskipun pada saat yang sama juga mencintai kekasihku. Bukankah lelaki biasa membagi cinta, sebab kodrat lelaki memang poligamis? Karena itu, meskipun aku telah memberikan cinta pada istriku, masih bisa juga aku mencintainya. "Aku masih mencintaimu. Aku masih berhasrat menyatukan jiwa dalam kepompong cintamu," kataku akhirnya.
Sejujurnya, aku memang tidak dapat membohongi hati kecilku bahwa aku menikah bukan semata-mata karena cinta. Tapi, lebih karena tanggung jawab dan kewajiban. Aku memang mencintai istriku, tapi hanya dengan setengah hatiku. Sebab, seperti kata kekasihku, separuh cintaku masih tertinggal dan berdenyut di dalam kepompongnya.
Dan, begitulah. Hari-hari kulalui dalam percintaan ganda. Di rumah aku
bercinta dengan istriku, berkasih sayang dengan anak-anakku, dan membangun kehidupan sakinah dengan mereka. Pada hari-hari tertentu aku mengimami shalat mereka, dan menemani mereka membaca Alquran dalam kasih sayang Yang Maha Kuasa. Tetapi, di luar rumah aku selalu rindu untuk memasuki kepompong cinta kekasihku, memenuhi yang belum terpenuhi, mencintai yang belum tercintai.
Kadang-kadang, bosan bermain kata-kata dalam imajinasi-imajinasi indah itu ini yang selalu aku lakukan sambil menatap wajahnya yang ayu dan senyumnya yang bagai irisan salju kami menciptakan kepompong dari selimut tebal di suatu tempat yang sejuk dan sepi.
"Saatnya kita masuk ke dalam kepompong yang sebenarnya," katanya tiap kali kami merentangkan selimut tebal seperti biasa.
Dan, kami pun berada di dalam selimut yang menutup sejak ujung kaki sampai ujung rambut kami. Seperti dulu, ketika kami masih sama-sama di Yogya, aku kembali merasakan hangat tubuhnya, degup jantungnya, lembut nafasnya, dan harum rambutnya.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanyanya.
"Kita tidur seperti bayi kupu-kupu sampai sayap-sayap kita tumbuh dengan perkasa untuk terbang ke langit bersama," kataku.
"Apakah kau masih tidak ingin menikmati keperawananku."
"Siapa tidak ingin menikmati keperawanan gadis secantik kau? Tapi, tidak. Aku tidak ingin merampas hak suamimu. Siapapun dia, kelak. Aku lebih suka menjaga kemurnian cinta kita, tanpa seks!"
"Kau memang lelaki yang luar biasa."
"Luar biasa bodohnya, maksudmu?"
"Ha ha ha…!"
Kekasihku tertawa di dalam selimut, cukup keras, hingga kepompong cinta kami serasa bergetar mau pecah. Tentu, menertawai kebodohanku. Tetapi, anehnya, sepuluh tahun lebih, dia tetap sabar mempertahankan cintanya pada lelaki bodoh seperti aku. Bukankah itu berarti dia, kekasihku, juga bodoh sepertiku? Ya, mau-maunya dia terus mencintai lelaki yang tidak mungkin lagi mengawininya, karena sudah beristri dan beranak. Apakah cinta memang misteri yang sulit dipahami, yang sulit ditolak kehadirannya dan sulit diusir pergi? Atau, kami memang orang-orang aneh yang ingin terus bercinta sebatas keindahan imajinasi?
Sebagai wanita karier yang cukup jelita bukannya tidak pernah ada lelaki lain yang menginginkan kekasihku. Banyak. Banyak sekali. Beberapa kali aku pun perah memergoki dia berjalan dengan seorang lelaki di suatu mal atau lobi bioskop. Tetapi, lagi-lagi, tiap kali kupergoki begitu, tidak lama kemudian dia langsung meneleponku bahwa lelaki itu hanya kawan biasa.
Suatu hari pernah pula aku melihat kekasihku dikejar-kejar oleh seorang manajer tempatnya bekerja. Aku dengar lelaki itu sangat tertarik padanya. Kekasihku didekati dengan sedannya yang mulus, dibukakan pintu dan dipersilakan masuk. Tetapi, dengan halus kekasihku menolaknya. Dan, ketika kutanya mengapa, kekasihku hanya menjawab, "Aku masih suka tidur sebagai bayi kupu-kupu di dalam kepompong cinta kita."
Kadang-kadang aku merasa khawatir juga, jangan-jangan kekasihku benar-benar menunggu lamaranku untuk kunikahi. Sebab, suatu hari ia pernah mengatakan, "aku sering merasa diciptakan hanya untukmu." Dan, bukannya aku tidak berani melamar dan menikahinya, atau bermaksud sengaja mempermainkannya. Sama sekali tidak! Tetapi, lebih karena aku sudah memiliki anak dan istri, dan sejujurnya belum punya nyali untuk berpoligami. Kadang-kadang, aku ingin nekat saja menikahinya sebagai istri kedua. Tetapi, tiap aku menatap wajah istri dan anak-anakku yang polos-polos yang tidak berdosa, yang saat tidur seperti menyerahkan seluruh nasibnya padaku, aku menjadi tidak sampai hati melakukannya. Aku tidak tega membayangkan keluargaku, yang aku bina sepuluh tahun lebih, tiba-tiba tercerai berai karena pernikahan keduaku.
Tetapi, bagaimana kalau kekasihku memang benar-benar menungguku, dan terus menungguku bertahun-tahun lagi, berpuluh-puluh tahun lagi, berabad-abad lagi, sampai hilang seluruh kecantikannya secara sia-sia? Bukankah itu artinya aku menyia-nyiakannya? Bukankah itu artinya aku juga berdosa?
Berhari-hari lagi, berbulan-bulan lagi, bertahun-tahun lagi, seperti keyakinan kekasihku, kami terus berproses untuk menjadi. Entah menjadi apa. Berkali-kali kami mencoba tidur bersama lagi, bagai dua bayi kupu-kupu, di dalam satu kepompong cinta. Tetapi, belum juga tumbuh sayap-sayap perkasa di tubuh kami untuk terbang ke langit bersama-sama.
Aku makin suntuk dengan anak-anakku, memikirkan sekolah dan masa depan mereka. Aku juga makin sibuk dengan lemburan dan pekerjaan-pekerjaan sambilanku untuk menutup defisit biaya hidup di Jakarta yang semakin mahal saja. Sementara, kekasihku juga makin suntuk dengan kariernya yang terus menanjak, dan kini menduduki posisi sebagai seorang manajer. Kudengar bahkan dia sedang diproyeksikan untuk menduduki salah satu jabatan di jajaran direksi. "Syukurlah," pikirku.
Makin hari kamipun makin jarang bertemu, karena kesibukan masing-masing. Bukannnya kami sudah tidak rindu lagi untuk tidur bersama sebagai bayi kupu-kupu di dalam kepompong cinta. Tapi, lebih karena waktu yang makin tidak memungkinkan untuk itu. Pada hari-hari liburku, Sabtu dan Minggu, aku lebih memilih berada di rumah atau pergi bersama keluarga, sedangkan kekasihku entah di mana. Beberapa kali, melalui telepon, kami masih sempat mengatur kencan seperti dulu, di hari kerja, tapi dialah yang membatalkannya karena harus menghadiri rapat penting yang mendadak di kantornya.
Dan, tiga tahun kemudian kekasihku benar-benar dipercaya sebagai salah seorang direktur di perusahaannya. Aku tahu dari undangan syukuran yang dikirimkannya padaku. Aku betul-betul menyempatkan diri untuk menghadirinya sekaligus ingin tahu sudah adakah lelaki yang beruntung dapat mendampinginya. Usai acara syukuran kami sengaja pulang belakangan untuk berbicara berdua. Ternyata dia masih sendiri seperti dulu, kesendirian yang membuat hatiku mendadak merasa berdosa dan pedih seketika.
"Apakah kau masih menyimpan kepompong cinta kita?" tanyaku.
"Ya," katanya. "Tapi, bayi kupu-kupu itu telah mati, karena terlalu lama menahan derita, menahan cinta yang tak sampai-sampai."
"Bukankah bayi itu kini telah tumbuh perkasa, menjadi wanita karier yang sukses?"
"Tidak. Aku bukan bayi kupu-kupu yang dulu. Kini aku adalah belalang dengan sayap-sayap perkasa yang mulai lapuk karena usia."
Aku kembali merasa tertohok oleh kata-katanya, tapi aku tiba-tiba juga merasa telah tua dan tidak patut lagi berimajinasi tentang cinta dengannya, bagaimanapun manis dan indahnya. Aku hanya merasa menyesal, kenapa dulu tidak cepat-cepat melamar perempuan yang begitu kukuh dengan cintanya. Selanjutnya aku hanya merasa bodoh dan tidak bisa berkata-kata lagi di depan keperkasaannya, sampai kekasihku beranjak dari kursinya dan mengucapkan "selamat tinggal" tanpa secercah senyumpun di bibirnya!
Jakarta , April 2004.